Peringati Hari Batik 2 Oktober 2016 Mahasiswa Akuntansi Unimus kunjungi Kampung Batik Semarang

Semarang (30/09/2016) Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Semarang melaksanakan workshop di kampung batik Semarang tepatnya di Industri Cinta Batik (Batik Pak Eko) yang beralamat di Kampung Batik Gedong 430 Semarang. Kegiatan yang diikuti mahasiswa akuntansi semester 1, 3 dan 5 ini bertujuan untuk memperingati hari batik dan menumbuhkan jiwa entrepreneur kepada mahasiswa serta lebih mencintai dan bangga dengan batik.

batik-01

Dalam kunjungan tersebut, owner Cinta Batik Semarang (Eko Haryanto) menjelaskan sejarah singkat batik Semarang dan sejarah perjalanan Pak Eko mendirikan usaha batik. Kampung Batik Semarang sendiri, menurut  Pak Eko, pernah mengalami kejayaan sebelum akhirnya pada tahun 1942 terbakar, saat itu Semarang masih dalam masa pendudukan Jepang. Sejak saat itu Kampung Batik Semarang seolah mengalami mati suri. Usaha untuk membangkitkan kembali Kampung Batik Semarang pernah juga dirintis pada awal tahun 1980 namun gagal bertahan dan kembali tenggelam. Tentu banyak faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut. Sampai akhirnya Kampung Batik Semarang mulai bangkit lagi di tahun 2006.

DSCF6938

“Awalnya Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Semarang di bawah pimpinan Ny Sinto Sukawi ingin mengembangkan kembali batik khas Semarangan. Istri Wali Kota Semarang saat itu, ini rupanya tertantang untuk mengembalikan nama besar batik Semarangan yang dulu pernah mencapai masa keemasan. Maka, serangkaian pelatihan pun digelar dengan peserta warga yang memiliki kemauan besar untuk belajar membatik,” papar Pak Eko. Setelah pelatihan berakhir, tak sedikit peserta yang berhasil menguasai teknik membatik. Bahkan, beberapa di antaranya sudah berani membuka usaha mandiri. Sedang Pak Eko Haryanto, yang saat itu memang sedang menganggur bersama istri, Iin W Indah, belum benar-benar terjun di bisnis batik ini. Sambil terus belajar teknik dan pengembangan batik, baik dengan studi banding atau dengan bertanya pada ahlinya. Pasangan suami istri ini bertekat untuk ikut melestarikan batik Semarang.

“Kemauan kuat itu modal utama kami, soal modal finansial dan kemampuan untuk membatik bisa dicari dan dipelajari. Kami awalnya sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk membatik dan tidak punya modal finansial. Namun dengan kemauan kuat dan kesabaran untuk terus berusaha mengembangkan batik Semarang ini, setidaknya sekarang ini sudah terlihat perkembangannya, meski masih banyak yang harus terus ditingkatkan,”

DSCF7122

Sekarang ini menurut Pak Eko, ada 4 pengrajin batik di Kampung Batik Semarang. Masing-masing tempat usaha ada yang memiliki lebih dari 10 orang karyawan, ada pula yang hanya sekitar 5 karyawan. Sedangkan di Semarang secara keseluruhan, ada sekitar 20 pengrajin batik motif Semarangan, dengan sekitar 600 motif batik khas Semarangan yang telah dikembangkan.“Untuk motifnya hampir sama dengan batik Pekalongan yang menonjolkan flora dan fauna sebagai motif utama. Namun dalam perkembangannya, batik Semarangan lebih condong ke budaya China. Sedangkan batik Pekalongan lebih terpengaruh budaya Belanda dan Arab. Perbedaan lain yang tampak jelas adalah dengan adanya perpaduan warna yang digunakan. Ciri khas lain batik Semarangan adalah mengusung motif icon Kota Semarang. Seperti Gedung Lawang Sewu, Tugu Muda, dan buah asam,” tambah Alumni Manajemen Informatika Unisbank ini.

Pak Eko berharap Batik Semarang semakin dikenal luas seperti halnya kuliner Semarang yang memang sudah banyak dikenal dengan lumpia, bandeng presto, wingko babat, dan lainnya. Karena itu dia selalu berusaha untuk mengikuti berbagai pameran dan promosi. Harapannya Kampung Batik Semarang bisa menjadi salah satu tujuan wisata Semarang, seperti kampung batik di kota lainnya dan pak Eko juga berharap agar generasi muda bisa mencintai dan melestarikan batik yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia.”

DSCF7126

Ditempat produksi batik semarang tersebut peserta diberi kesempatan untuk praktik membatik dengan menggunakan canting dan malam dari awal sampai proses pewarnaan. Peserta begitu antusias dapat merasakan begitu susahnya pembuatan batik tulis yang menjadi warisan budaya Indonesia itu. Dengan adanya kunjungan ini diharapkan peserta yang saat ini masih menyandang status mahasiswa dapat ikut berkontribusi dalam mempertahankan dan melestarikan warisan budaya Indonesia,” tambah Andwiani Sinarasri sebagai Kaprodi Akuntansi Unimus.